Jumat, 25 Januari 2013

31 ALAM KEHIDUPAN

TS = Tahun Surgawi = 18.000 tahun
1 hari di alam Catummaharajika
= 50 tahun di alam manusia.
Kappa/kalpa
= 1 mil kubik berisi biji sesawi
dikali 100 tahun untuk setiap biji sesawi.
AK = Asankheyya Kappa
     = 10 juta pangkat 20 kappa.
MK = Maha Kappa
     = 4 Asankheyya Kappa

Sejarah Penyusunan Tipitaka
Setelah Petapa Gotama mencapai penerangan sempurna dibawah pohon Bodhi di hutan Uruvela, dua bulan kemudian sebagai seorang Buddha selama 45 tahun Beliau dengan penuh cinta kasih mengajarkan Dharma kepada para Brahmana dan petapa, raja-raja dan pangeran-pangeran, cendikiawan dan mereka yang sederhana pikirannya, pedagang dan pekerja serta semua lapisan masyarakat lainnya sesuai dengan kemampuan dan pencapaian rohani mereka masing-masing
Menurut Vinaya Atthakata (samantapasadika), Sang Buddha mulai memberikan Vinaya setelah 20 tahun pencapain penerangan sempurna. Pada waktu itu mulai timbul prilaku bhikkhu-bhikkhu yang bukan saja merugikan perkembangan spiritualnya sendiri, tetapi juga berpengaruh terhadap citra Sangha dan agama Buddha pada umumnya. Di samping itu, terdapat juga para bhikkhu yang sebelumnya adalah pertapa dari berbagai aliaran keagamaan yang berbeda pula tata krama dan tradisinya dalam menjalani kehidupan spritual.
Dari latar belakang yang majemuk itu berbagai perilaku yang buruk dan perilaku lainnya yang tidak sesuai dengan kehidupan seorang samana menurut agama Buddha. Oleh sebab itu, sewaktu Sang Buddha masih hidup, setiap kali terjadi seorang bhikkhu melakukan perbuatan yang dapat dicela oleh para bijaksana, maka Sang Buddha menetapkan suatu peraturan. Bilamana di kemudian hari ada peraturan itu dilanggar (apatti) dan dinyatkan bersalah. Dengan demikian makin lama makin banyak peraturan yang ditetapkan oleh Sang Buddha.
Setelah Sang Buddha mencapai parinibbana (wafat), Arahat Maha Kassapa, melihat perlunyadikumpulkan Dharma yang pernah diajarkan oleh Sang Buddha agar tidak timbul perselisian di kemudia hari di antara para pengikiutnya. Jangankan sebulan, seminggu setelah Buddha Gautama wafat (483 S.M) seorang yang menjadi bhikkhu setelah berusia tua dan tidak disiplin bernama Subhadda berkata: “Jangan bersedih kawan-kawan, janganlah meratap, sekarang kita terbebas dari Petapa Agung yang tidak lagi memberitahu kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi kita sekarang dapat berbuat apa saja yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang kita tidak senangi”. (Vinaya Pitaka II, 284)
Setelah mendengar ucapan dhikkhu subhadda demikan, maka arahat Maya Kassapa atas bantuan Raja Ajatasattu dari Magada, segera mengundang 500 orang berkumpul untuk mengumpulkan semua ajaran Sang Buddha yang diwedarkan-nya selamaini dan menyusunnya secara sistematis.
Dalam konsili pertama yang dipimpin oleh arahat Maha Kassapa yang berlangsung selama 7 bulan di Goa Sattapanni dekat Rajagaha. Arahat Upali memiliki kehormatan untuk mengulang kembali Vinaya dan Arahat Ananda mengulang kembali Dharma yang disaksikan oleh para Arahat lainnya.
Dharma dan Vinaya yang dikumpulkan dalam konsili petama tersebut diterima dan disetujui sebagai ajaran Sang Buddha. Ajaran inilah sebagaimana disabdakan oleh Sang Buddha Gotama menjelang beliau mencapai Parinibbana: “jadikanlah Dhamma dan Vinaya sebagai pelita dan pelindung bagi dirimu”.
100 tahun kemudian diadakan konsili kedua untuk menyelesaikan perselisihan mengenai Vinaya. 3 bulan setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana tidak dirasakan perlu untuk merubah Vinaya, walaupun Sang Buddha membiarkan Sangha untuk merobah peraturan-peraturan kecil. Sang Buddha juga bersabda, jika Vinyatidak dikurangi dan ditambah  maka Sangha akan hidup rukun dan tidak akan terpecah.

Oleh karena penjelasan lebih lanjut mengenai yang mana merupakan peraturan yang kecil serta dipandang tidak pantas merubah Vinaya selagi “abu jenazah Sang Buddha masih panas”, maka mereka tidak mengurangi maupun menambah Vinaya yang diberikan oleh Sang Buddha.
Akan tetapi, 100 tahun kemudian sekelompok bhikkhu dari Vesali telah merubah beberapa peraturan yang mereka pendang sebagai peraturan kecil. Kelompok bhikkhu lain menolak perubahan yang dilakukan oleh bhikkhu Vesali dan tetap berpegang pada Vinaya sebagaimana diwariskan oleh Sang Budha yang telah ditetapkan dan diterima dalam Konsili Pertama.
Menghadapi perkembangan ini, atas bantuan Raja Kalasoka diselenggarakan Konsili Kedua di Vesali yang merupakan tempat terjadinya penyimpangan Vinaya. Dalam Konsili ini, Dahrma dan Vinaya yang telah dihafalkan dan diturunkan secara lisan diucap oleh 700 Arahat. Dalam Konsili ini Bhikkhu-bhikkhu yang menyimpang dari Vinaya yang diberikan oleh Sang Buddha disalahkan.
Dan juga pada Konsili Kedua ini para Arahat yang diakui otoritasnya dalam  menetukan mana yang Dharma dan mana yang bukan Dharma; mana yang Vinaya dan mana yang bukan Vinaya, pada Konsili Pertama digugat oleh sekelompok Bhikkhu yang dipimpin oleh Bhikkhu Mahadeva. Mereka berpendapat bahwa dalam menetukan Dharma dan Vinaya tidak dibedakan antara Arahat dan bukan Arahat. Kelompok yang menggugat otoritas Arahat (yang jumlahnya besar) memisahkan diri dan mengadakan Konsili sendiri. Kelompok ini dinamakan Mahasanghika (kelompok besar) dan kelompok yang memandang bahwa para Arahat yang mempunyai otoritas menetukan Dharma dan Vinaya disebut Staviravada (Theravada).
Pada abad ketiga sesudah Sang Buddha Parinibbana (249SM) sewaktu Raja Maharaja Asoka Wardhana, diadakan Konsili Ketiga di Pataliputra (Patna) dalam Konsili ini tidak saja dibicarakan masalah Vinaya, tetapi juga dibicarakan tentang perbedaan mengenai Dharma diantara para Bhikkhu dari berbagi sekte Agama Buddha. Konsili ini berlangsung selama 9 bulan dibawah pimpinan Moggaliputta Tissa, Dharma dan Vinaya diucapkan oleh 100 Arahat. Kelompok Theravada pecah menjadi Theravada dan Sarvastivada yang kemudian Mazhab Sarvastivada berhijrah ke Kasmir dan kemudian di bawah perlindungan Raja Kaniska berkembang di India Utara.
Setelah konsili ketiga, Maharaja Asoka Wardhana mengirim Dharmaduta ke seluruh penjuru untuk menyebarkan dharma diantaranya Arahat Milinda, putra Raja Asoka sendiri, ke Sri langka dengan membawa Tipitaka dan Kitab Tipitaka Atthakata. Dalam perkembangan selanjutnya Theravada menjadi lemah dan merupakan sekte yang tidak berpengaruh lagi di daratan India, tetapi tertanam dengan kuat di Sri langka.
Pada Tahun 83 M di Alu Vihara (Sri Langka) diadakan Konsili yang Keempat yang di sponsori oleh Raja Vatta Gamanabhaya pada kesempatan ini Tipitaka di tulis untuk pertama kalinya diman penulisan ini bertujuan untuk melestarikan Dhamma, karena dirasakan makin sedikitnya orang yang mampu menghafal Kitab Tipitaka dan agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma.
Setelah penulisan Kitab Suci Tipitaka berlangsung dengan baik, maka pada tahun 1871 yang disponsori oleh Raja Mindonmin diadakan Konsili Kelima yang dihadiri 2400 Maha Thera da Acriya yang terpelajar selama lima bulan di istana kerajaan untuk menyiapkan keseragaman edisi Kitab Suci Tipitaka yang akan dicatat diatas lempengan Marmer yang berjumlah 729 buah lempengan.
Setelah dilaksanakannya Konsili Kelima maka pada tahun 1954 di Gua Mahapasana, Kaba-Aye Yangoon, Myanmar Konsili ini diselenggarakan guna memurnikan dan memajukan ajaran Buddha. Konsili ini di pimpin oleh Nyaung Yan Sayadaw, Mahasi Sayadaw, Mingun Sayadaw.

Minggu, 06 Januari 2013


AWAL MULA “PENCIPTAAN”
“Agama Masa Depan adalah Agama Kosmik (berkenaan dengan Alam Semesta atau Jagad Raya). Melampaui Tuhan sebagai suatu pribadi serta menghindari Dogma dan Teologi (ilmu ketuhanan). Meliputi yang Alamiah maupun yang Spiritual, Agama yang seharusnya berdasarkan pada Pengertian yang timbul dari Pengalaman akan segala sesuatu yang Alamiah dan Perkembangan Rohani, berupa kesatuan yang penuh arti. Buddhism sesuai dengan Pemaparan ini. Jika ada agama yang sejalan dengan kebutuhan Ilmu Pengetahuan Modern, maka itu adalah Ajaran Buddha.”
( ALBERT EINSTEIN )
“Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa“
Salam Damai dan Cinta Kasih … ,
Pada wacana kali ini saya akan mengajak anda membahas mengenai “ Awal Mula Penciptaan “ dari sudut pandang Buddha-Dhamma. Meskipun kata “Penciptaan” tidaklah tepat jika itu mengacu pada Buddha-Dhamma, namun judul ini saya gunakan karena lebih populis, lebih dikenal oleh para pembaca yang non-Buddhis.
Merujuk pada salah satu sutta Sang Buddha yang berhubungan dengan awal mula terjadinya alam semesta ini, yaitu Agganna-sutta, yang merupakan Sutta ke-27 dari Digha Nikaya. Kali ini kita akan membahas sutta / khotbah Sang Buddha tersebut dalam bentuk alur proses, sebagai berikut ini :
(a). Masa Setelah Kiamat / Hancurnya Bumi
“Vasetha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur ( kiamat ). Dan ketika hal ini terjadi, umumnya makhluk-makhluk terlahir kembali diAbhassara ( alam cahaya, surga ke-12 dalam kosmologi Buddhis ); disana mereka hidup dari ciptaan batin ( mano maya ), diliputi kegiuran batin, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan.
Mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.
(b). Kondisi Bumi setelah berlalunya masa Kiamat / Hancurnya Bumi ( pembentukan awal )
“ Pada waktu itu ( bumi kita ini ) semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan, siang maupun malam belum ada, laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja. “
Khotbah Sang Buddha tersebut ternyata senada dengan pendapat para ilmuwan modern, bahwa pada awal-mulanya, permukaan bumi ini tertutup oleh air. Merujuk pada khotbah tersebut, Sang Buddha tidak menyatakan bahwa matahari dan bintang-bintang belum ada atau tercipta setelah bumi. Yang dinyatakan Sang Buddha adalah, bahwa matahari dan bintang-bintang belumlah nampak, atau dengan kata lain ada sesuatu yang lain yang menghalangi penampakan mereka. Bisa diartikan, yang menghalangi terlihatnya cahaya matahari dan bintang-bintang adalah karena makhluk-makhluk yang ada waktu itu semuanya adalah makhluk cahaya, yang memancarkan sinar kemilau yang megah, yang karenanya menutupi sinar matahari, bulan dan bintang. Makhluk hidup yang ada pertama kali adalah “aseksual”, tidak berjenis kelamin, tidak ada laki-laki, tidak ada perempuan. Hal ini senada dengan temuan para ilmuwan modern.
(c). Makanan yang Muncul Pertama Kali
“ Vasetha, cepat atau lambat setelah masa yang lama sekali bagi makhluk-makhluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih ( busa ) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu.
Tanah itu memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadih susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu. “
(d). “Dosa-Asal” Para Makhluk : Keserakahan
“ Kemudian Vasetha, diantara makhluk-makhluk yang memiliki sifat serakah ( lolojatiko ) berkata : “O apakah ini ? “, dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, nafsu keinginan masuk dalam dirinya.
Makhluk-makhluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu, dengan jari-jari…makhluk-makhluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka.”
(e). Lenyapnya Cahaya dari Para Makhluk Cahaya dan Terlihatnya Sinar Matahari dan Bintang-bintang
“ Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh makhluk-makhluk itu lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak… siang dan malam terjadi.”
(f). Bermulanya Pembentukan Bumi Kembali ( Evolusi )
“ Demikianlah Vasetha, sejauh itu bumi terbentuk kembali. Vasetha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.”
(g).Terbentuknya Tubuh Para Makhluk Dunia
“ Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang buruk.”
(h). Munculnya Tumbuhan Pertama Kali ( Tumbuhan Serupa Cendawan )
“ Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk…maka sari tanah itupun lenyap…ketika sari tanah lenyap…muncullah tumbuhan dari tanah ( bhumipappatiko ).
Cara tumbuhnya seperti cendawan…mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali…( seperti diatas )…”
Sementara mereka bangga akan keindahan diri mereka, mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itupun lenyap.
(i). Munculnya Tumbuhan Selanjutnya ( Tumbuhan Menjalar )
“ Selanjutnya tumbuhan menjalar ( badalata )muncul…warnanya seperti dadih susu atau mentega murni, manisnya seperti madu tawon murni. Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu…maka tubuh mereka menjadi lebih padat; dan perbedaan tubuh mereka nampak lebih jelas, sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk.
Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk…
Sementara mereka bangga akan keindahan tubuh mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itupun lenyap. “
(j). Munculnya Padi
“ Kemudian Vasetha, ketika tumbuhan menjalar lenyap…muncullah tumbuhan padi ( Sali ) yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang bersih. Pada sore hari, mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan pada waktu malam, pada keesokan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali. Bila pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus menerus padi itu muncul.
Vasetha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi ( masak ) dari alam terbuka, mendapatkan makanan itu dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.”
(k). Terbentuknya Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan
“ Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya ( itthilinga ) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya ( purisalinga ).”
(l).Terjadinya Hubungan Sexual
“ Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-lakipun sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena mereka saling memperhatikan keadaan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indria yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indria tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin.
Vasetha, ketika makhluk-makhluk lain melihat mereka melakukan hubungan kelamin…dst…dst… “.
Alam semesta ini tidak berawal ; tidak ada awal yang benar-benar awal, karena daur-hidup semesta ini, dari awal-mula terjadi hingga kiamat, dan mulai dari awal evolusi lagi, telah berlangsung sangat lama, tidak hanya sekali saja.
Keberadaan dan berlangsungnya alam-semesta itu ditunjang oleh hukum alam semata. Hukum alam itu sendiri, sesungguhnya bersifat relatif, hanya berlaku di alam fenomena, dan muncul “secara khayal” / “delusif” dari dalam tathagatagarbha ( “rahim Tathagata” ).
Sang Buddha juga mengajarkan bahwa ada banyak planet lain yang juga dihuni makhluk hidup, jauh sebelum tata-surya kita terbentuk. Mungkin inilah yang saat ini oleh ilmuwan dan masyarakat modern dikenal dengan “alien”. Tidak mengherankan bila makhluk luar angkasa ini mempunyai teknologi dan peradaban yang jutaan tahun lebih maju daripada manusia, karena ternyata menurut Sang Buddha sendiri, sebelum tata-surya kita terbentuk, diluar sana telah ada tata-surya yang juga telah dihuni oleh makhluk-makhluk hidup.
Semoga Artikel ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitattha ; Semoga Semua Makhluk Berbahagia 
Sadhu...sadhu...sadhu...